Sabtu, 13 November 2010

Dalam mengarungi lautan hidup ini, banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu demi saDemikianlah sunnatullah yang berlaku pada hidup setiap orang. Di antara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil itu sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun banyak yang tidak mampu menyingkirkannya sehingga harus terkapar dalam kubang kegagalan di dunia dan akhirat.

Kerikil dan duri-duri hidup memang telalu banyak. Maka, untuk menyingkirkannya membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit. Kita takut kalau seandainya kegagalan hidup itu berakhir dengan murka dan neraka Allah Subhanahuwata’ala. Akankah kita bisa menyelamatkan diri lagi, sementara kesempatan sudah tidak ada? Dan akankah ada yang merasa kasihan kepada kita padahal setiap orang bernasib sama?

Sebelum semua itu terjadi, kini kesempatan bagi kita untuk menjawabnya dan berusaha menyingkirkan duri dan kerikil hidup tersebut. Tidak ada cara yang terbaik kecuali harus kembali kepada agama kita dan menempuh bimbingan Allah Subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa satu-satunya jalan itu adalah dengan beriman dan beramal kebajikan. Allah berfirman:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan orang-orang yang saling menasehati dalam kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ’Ashr: 1-3)

Sumpah Allah Subhanahuwata’ala dengan masa menunjukkan bahwa waktu bagi manusia sangat berharga. Dengan waktu seseorang bisa memupuk iman dan memperkaya diri dengan amal shaleh. Dan dengan waktu pula seseorang bisa terjerumus dalam perkara-perkara yang di murkai Allah Subhanahuwata’ala. Empat perkara yang disebutkan oleh Allah Subhanahuwata’ala di dalam ayat ini merupakan tanda kebahagiaan, kemenangan, dan keberhasilan seseorang di dunia dan di akhirat.

Keempat perkara inilah yang harus dimiliki dan diketahui oleh setiap orang ketika harus bertarung dengan kuatnya badai kehidupan. Sebagaimana disebutkan Syaikh Muhammad Abdul Wahab dalam kitabnya Al Ushulu Ats Tsalasah dan Ibnu Qoyyim dalam Zadul Ma’ad (3/10), keempat perkara tersebut merupakan kiat untuk menyelamatkan diri dari hawa nafsu dan melawannya ketika kita dipaksa terjerumus ke dalam kesesatan.

Iman Adalah Ucapan dan Perbuatan

Mengucapkan “Saya beriman”, memang sangat mudah dan ringan di mulut. Akan tetapi bukan hanya sekedar itu kemudian orang telah sempurna imannya. Ketika memproklamirkan dirinya beriman, maka seseorang memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima, yaitu kesiapan untuk melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya baik berat atau ringan, disukai atau tidak disukai.

Konsekuensi iman ini pun banyak macamnya. Kesiapan menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada di atas ridha Allah termasuk konsekuensi iman. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dan menyingkirkan segala sesuatu yang akan menghalangi kita dari jalan Allah juga konsekuensi iman. Demikian juga dengan memperbudak diri di hadapan Allah dengan segala unsur pengagungan dan kecintaan.

Mengamalkan seluruh syariat Allah juga merupakan konsekuensi iman. Menerima apa yang diberitakan oleh Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam tentang perkara-perkara gaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau merupakan konsekuensi iman. Meninggalkan segala apa yang dilarang Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam juga merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanakan syari’at Allah, mencintai dan membela mereka, merupakan konsekuensi iman. Dan kesiapan untuk menerima segala ujian dan cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri.

Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
“Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (Al Ankabut: 1-3)

Imam As Sa’dy dalam tafsir ayat ini mengatakan: ”Allah telah memberitakan di dalam ayat ini tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Termasuk dari hikmah-Nya bahwa setiap orang yang mengatakan “aku beriman” dan mengaku pada dirinya keimanan, tidak dibiarkan berada dalam satu keadaan saja, selamat dari segala bentuk fitnah dan ujian dan tidak ada yang akan mengganggu keimanannya. Karena kalau seandainya perkara keimanan itu demikian (tidak ada ujian dan gangguan dalam keimanannya), niscaya tidak bisa dibedakan mana yang benar-benar beriman dan siapa yang berpura-pura, serta tidak akan bisa dibedakan antara yang benar dan yang salah.”

Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:
“Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi kemudian setelah mereka kemudian setelah mereka” (HR. Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri dan Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘Anhuma dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no.992 dan 993)

Ringkasnya, iman adalah ucapan dan perbuatan. Yaitu, mengucapkan dengan lisan serta beramal dengan hati dan anggota badan. Dan memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan, yaitu amal.

Amal
Amal merupakan konsekuensi iman dan memiliki nilai yang sangat positif dalam menghadapi tantangan hidup dan segala fitnah yang ada di dalamnya. Terlebih jika seseorang menginginkan kebahagiaan hidup yang hakiki. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan hal yang demikian itu di dalam Al Qur’an:
“Bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang telah dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah.” (Ali Imran:133)

Imam As Sa’dy mengatakan dalam tafsirnya halaman 115: “Kemudian Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan-Nya dan menuju surga seluas langit dan bumi. Lalu bagaimana dengan panjangnya yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala kepada orang-orang yang bertakwa, merekalah yang pantas menjadi penduduknya dan amalan ketakwaan itu akan menyampaikan kepada surga.”

Jelas melalui ayat ini, Allah Subhanahuwata’ala menyeru hamba-hamba-Nya untuk bersegera menuju amal kebajikan dan mendapatkan kedekatan di sisi Allah, serta bersegera pula berusaha untuk mendapatkan surga-Nya. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/169

Allah berfirman:
“Berlomba-lombalah kalian dalam kebajikan” (Al Baqarah: 148)

Dalam tafsirnya halaman 55, Imam As Sa’dy mengatakan: “Perintah berlomba-lomba dalam kebajikan merupakan perintah tambahan dalam melaksanakan kebajikan, karena berlomba- lomba mencakup mengerjakan perintah tersebut dengan sesempurna mungkin dan melaksanakannya dalam segala keadaan dan bersegera kepadanya. Barang siapa yang berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia, maka dia akan menjadi orang pertama yang masuk ke dalam surga kelak pada hari kiamat dan merekalah orang yang paling tinggi kedudukannya.”

Dalam ayat ini, Allah dengan jelas memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk segera dan berlomba-lomba dalam amal shalih. Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:
“Bersegeralah kalian menuju amal shaleh karena akan terjadi fitnah-fitnah seperti potongan gelapnya malam, di mana seorang mukmin bila berada di waktu pagi dalam keadaan beriman maka di sore harinya menjadi kafir dan jika di sore hari dia beriman maka di pagi harinya dia menjadi kafir dan dia melelang agamanya dengan harta benda dunia.” (Shahih, HR Muslim no.117 dan Tirmidzi)

Dalam hadits ini terdapat banyak pelajaran, di antaranya kewajiban berpegang dengan agama Allah dan bersegera untuk beramal shaleh sebelum datang hal-hal yang akan menghalangi darinya. Fitnah di akhir jaman akan datang silih berganti dan ketika berakhir dari satu fitnah muncul lagi fitnah yang lain. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/170
Karena kedudukan amal dalam kehidupan begitu besar dan mulia, maka Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan kita untuk meminta segala apa yang kita butuhkan dengan amal shaleh. Allah berfirman di dalam Al Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah tolong (kepada Allah) dengan penuh kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (Al Baqarah:153)

Lalu, kalau kita telah beramal dengan penuh keuletan dan kesabaran apakah amal kita pasti diterima?

Syarat Diterima Amal
Amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini telah disebutkan Allah Subhanahuwata’ala sendiri di dalam kitab-Nya dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam di dalam haditsnya. Syarat amal itu adalah sebagai berikut:
Pertama, amal harus dilaksanakan dengan keikhlasan semata-mata mencari ridha Allah Subhanahuwata’ala.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman;
Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan baginya agama yang lurus”. (Al Bayyinah: 5)

Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.” (Shahih, HR Bukhari-Muslim)

Kedua dalil ini sangat jelas menunjukkan bahwa dasar dan syarat pertama diterimanya amal adalah ikhlas, yaitu semata-mata mencari wajah Allah Subhanahuwata’ala. Amal tanpa disertai dengan keikhlasan maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Kedua, amal tersebut sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Beliau bersabda:
“Dan barang siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (Shahih, HR Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)

Dari dalil-dalil di atas para ulama sepakat bahwa syarat amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala adalah ikhlas dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak ada, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala. Dari sini sangat jelas kesalahan orang-orang yang mengatakan “ Yang penting kan niatnya.” Yang benar, harus ada kesesuaian amal tersebut dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika istilah “yang penting niat” itu benar niscaya kita akan membenarkan segala perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan dalil yang penting niatnya. Kita akan mengatakan para pencuri, penzina, pemabuk, pemakan riba’, pemakan harta anak yatim, perampok, penjudi, penipu, pelaku bid’ah (perkara- perkara yang diadakan dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasululah r ) dan bahkan kesyirikan tidak bisa kita salahkan, karena kita tidak mengetahui bagaimana niatnya. Demikian juga dengan seseorang yang mencuri dengan niat memberikan nafkah kepada anak dan isterinya.
Apakah seseorang melakukan bid’ah dengan niat beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala adalah benar? Apakah orang yang meminta kepada makam wali dengan niat memuliakan wali itu adalah benar? Tentu jawabannya adalah tidak.
Dari pembahasan di atas sangat jelas kedudukan dua syarat tersebut dalam sebuah amalan dan sebagai penentu diterimanya. Oleh karena itu, sebelum melangkah untuk beramal hendaklah bertanya pada diri kita: Untuk siapa saya beramal? Dan bagaimana caranya? Maka jawabannya adalah dengan kedua syarat di atas.
Masalah berikutnya, juga bukan sekedar memperbanyak amal, akan tetapi benar atau tidaknya amalan tersebut. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
“Dia Allah yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapakah yang paling bagus amalannya.” (Al Mulk: 2)

Muhammad bin ‘Ajlan berkata: “Allah Subhanahuwata’ala tidak mengatakan yang paling banyak amalnya.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/396
Allah Subhanahuwata’ala mengatakan yang paling baik amalnya dan tidak mengatakan yang paling banyak amalnya, yaitu amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam, sebagaimana yang telah diucapkan oleh Imam Hasan Bashri.
Kedua syarat di atas merupakan makna dari kalimat Laa ilaaha illallah – Muhammadarrasulullah.
Wallahu a’lam.


Posted by artikelislam

Mengapa Kita BERGOSIP?

Begitu mudahnya mencari kesalahan orang lain, dan betapa sulitnya berkaca diri.Seperti kata pepatah "GAJAH dipelupuk mata tak tampak, namun KUMAN diseberang lautan tampak jelas". pepatah ini amat tepat menggambarkan kehidupan bergosip yang terjadi dalam aktivitas kita sehari-hari. Apabila didefinisikan GOSIP adalah seni mengatakan kekosongan dengan cara yang membuat segalanya praktis terucapkan. Selain itu juga, GOSIP bagaikan peluru yang ditembakkan, sekali anda mendengar bunyinya, maka anda tak bisa mengambilnya kembali. Sehingga seorang budayawan mengatakan bahwa GOSIP merupakan sebuah bentuk konspirasi iblis.

Ada suatu dongeng cerita rakyat yang menggambarkan kekejian sebuah GOSIP. Dalam dongeng tersebut diceritakan bahwa, pada abad 19 ada seorang pria yang menghina pria bijak di kota tersebut. Suatu hari, ia pergi ke rumah pria bijak tadi untuk meminta maaf. Pria bijak ini, menyadari bahwa pria tersebut belum menyelami keseriusan pelanggarannya, maka dia memberi tahunya bahwa ia akan memaafkannya dengan satu syarat : bahwa ia disuruh pulang kerumah, mengambil sebuah bantal bulu dari rumahnya, menyayatnya, menyerakkan bulu-bulu itu ke udara, dan setelah selesai diminta kembali ke rumah pria bijak tersebut.

Meski bingung oleh permintaan aneh ini, pria itu bahagia karena dibiarkan lolos dengan penebusan dosa semudah itu. Cepat-cepat ia menyayatnya, menyerakkan bulu-bulu itu, dan kembali ke rumah si pria bijak tadi.

"Apakah sekarang aku dimaafkan?" tanyanya.

"Satu hal lagi", jawab si pria bijak. "Pergilah sekarang dan kumpulkan semua bulu-bulu itu"

"Tetapi itu mustahil. Angin sudah menyebarkannya."

"Tepat sekali," jawab pria bijak, "dan sama-sama mustahil untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh kata-katamu (gosip) seperti mengambil kembali bulu-bulu tersebut. kata-katamu sudah tersebar kemana-mana, menebar kebencian, menyemai kedengkian dan amarah, bahkan saat kita bicara."

Alangkah naifnya bahwa kita sebagai manusia amat cepat mempercayai keburukan yang dikatakan orang lain tentang seseorang dan juga begitu cepat menerima "berita" yang terkandung dalam bentuk cetakan maksiat, serta siap menduga yang terburuknya tentang tindakan orang lain yang belum tentu benar. Memang luar biasa bahwa, sepertinya kita tak bisa langsung menerima dengan tegas, bahwa gosip yang kita lontarkan bisa dan seringkali mengakibatkan kerusakan hubungan persahabatan serta penghinaan yang bisa berlanjut seumur hidup dan mencabik-cabik kepercayaan orang tersebut.

Cara bicara keji (gosip) yang kita lontarkan selain bisa menghancurkan persahabatan juga akan meruntuhkan nilai religius,merusak lingkungan bisnis, organisasi, institusi, dewan komunitas, persekutuan dan lain-lainya. Jadi, mengapa kita melakukannya?. Jika anda mempertimbangkan alasan di balik cara bicara keji. Anda akan segera menyadari bahwa sumbernya terletak dalam rasionalisasi yang sangat tidak sehat dan termasuk dalam daftar berikut ini :

1. Jika aku menginjak-injak orang lain...entah bagaimana aku merasa "diatas angin". Semakin buruk gambaranku akan kehidupan orang lain, semakin baik tampaknya kehidupanku. Anda pikir mengapa manusia senang menonton opera sabun?. Ada imbalan psikologis untuk melihat orang-orang yang memiliki kehidupan kacau-balau. Entah bagaimana, hal itu memberikan kita ilusi bahwa kehidupan kita sendiri tidak seburuk itu.

2. Saat aku bergosip, aku populer, dan aku mendapatkan perhatian semua orang. Semua mata terpaku padaku dan sekarang aku merasa seperti seorang yang hebat (tetapi dengan mengorbankan orang lain). Anda mungkin merasa populer saat itu, tetapi tentunya anda bukan orang yang akan dipercayai dan dihormati orang lain.

3. Kehidupan ini membosankan. GOSIP menjadikannya hal tersebut menjadi lebih menarik dengan cara membicarakan orang lain untuk mengatasi kekosongan kita sendiri. Amat menyedihkan jika kita merusak kehidupan orang lain dan bahagia diatas penderitaan orang lain.

Alasan mengapa manusia berbicara secara destruktif, merupakan daftar panjang yang tidak perlu dibahas, akan tetapi jelas-jelas bahwa alasan-alasan tersebut berasal dari orang yang memiliki jiwa yang sangat buruk yang bernama AIDS (arogan, iri, dengki dan sirik) serta mempunyai perasaan dan pikiran yang tidak sehat.

Seorang psikolog mengatakan bahwa berbicara buruk tentang orang lain adalah suatu bentuk PROYEKSI DIRI. Apa yang tidak anda sukai tentang diri anda sendiri, cenderung anda tunjukkan dalam diri orang lain. Sadarilah hal ini, dan segera....apa yang secara pribadi perlu anda perbaiki, akan menjadi jelas. Supaya anda bisa hidup di lingkungan bebas gosip dan dapat memadamkan api dari kata-kata keji yang pernah anda lontarkan.

Ingat! manusia bisa berubah. Informasi tentang masa lalu seseorang yang tak lagi berlaku baginya tidak perlu dibagikan. berhati-hatilah dan berkonsultasilah dengan seseorang yang lebih mengenal hukum cara bicara supaya anda bisa mengambil pilihan yang tepat. Sekali lagi,jika ragu....jangan katakan. Anda selalu bisa mengatakannya nanti, jika nada yakin itu bukan GOSIP. Sekali anda mengucapkannya dan anda sudah menebaknya, maka ucapan itu seperti bulu-bulu yang di terpa angin. Anda boleh coba mengambilnya kembali.

Sebagaimana yang dikatakan pepatah, anda menerima apa yang anda berikan, jadi bantulah diri anda dan jangan berkecil hati oleh kesalahan kecil, tetapi sebaliknya bangunlah kesuksesan kecil, satu per satu.

Jumat, 12 November 2010

Belajar Mencintai Seseorang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna

Ketika kita bertemu seseorang yang tepat untuk di cintai, ketika kita di tempat pada saat yang tepat, itulah kesempatan. ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, itu bukan pilihan, itu kesempatan. bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, itupun kesempatan.
bila kita memutuskan mencintai orang tersebut, bahkan dengan segala kekurangannya, itu bukan kesempatan melainkan itu adalah pilihan.ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, itu adalah pilihan. bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu dan tetap memilih untuk mencintainya, itulah pilihan.
perasaan cinta, simpatik, tertarik datang bagai kesempatan pada kita. tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. pilihan yang kita lakukan. berbicara tentang pasangan jiwa, ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat "NASIB MEMBAWA KITA BERSAMA  tetapi tetap tergantung kepada kita bagaimana membuat semuanya berhasil" pasangan jiwa bisa benar-benar ada. dan bahkan sangat mungkin ada seseorang yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamuuntuk melakukan pilihan apakah engkau ingin melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak.....
kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita, adalah pilihan yang harus kita lakukan. kita ada didunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara "SEMPURNA"




myQur'an. org

Selasa, 09 November 2010

CAHAYA ILMU


 CAHAYA ILMU

Mentari kan selalu bersinar terang 
untuk menyinari kegelapan
nur ilahi kan selalu terpancar
nur ilahi sealu benerang 
redamkan hawa nafsu syaitan
untuk tidak bertindak kedzaliman
lenyap kemurkaan tuhan 
hidup yang murni dan haqiqi 
akhlakul karimah selalu terletak dinurani
fatwa ulama sebagai penguat hati
dan langkah kaki
insan yang berbudi kan selalu
memiliki harga diri yang sejati
dunia yang mewah dan  megah tiada arti
jaman yang selalu berganti 
dan alam yang mengusik hati 
hanya untuk
"INTROPEKSI DIRI"